Jumat, 31 Oktober 2008

Pesisir dan Lautan


Demikianlah dinamakan pesisir pantai dan lautan atau kerennya Coastal and Marine. Wilayah pesisir merupakan suatu daerah yang memiliki fungsi strategis, karena merupakan wilayah atau daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut, disamping itu memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Karakteristik laut tersebut belum sepenuhnya dipahami dan diintegrasikan secara terpadu. Kebijakan pemerintah yang sektoral dan bias daratan, akhirnya menjadikan laut sebagai kolam sampah. Dari sisi sosial-ekonomi, pemanfaatan kekayaan laut masih terbatas pada kelompok pengusaha besar dan pengusaha asing. Nelayan sebagai jumlah terbesar merupakan kelompok profesi paling miskin di Indonesia.

Kekayaan sumberdaya kelautan dan perikanan tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai fihak/stakeholder untuk memanfaatkan sumberdayanya dan berbagai instansi pemerintah membuat regulasi pemanfaatannya. Kekayaan sumberdaya pesisir dan lautan yang meliputi pulau-pulau besar dan kecil sekitar 17.500 pulau, yang dikelilingi ekosistem pesisir tropis, seperti hutan bakau (mangrove), terumbu karang (coral), padang lamun (sea grass), serta sumberdaya hayati dan non-hayati yang terdapat di dalamnya.

Sejak awal tahun 1990-an kekayaan sumberdaya pesisir telah mulai mengalami kerusakan dimana-mana, fenomena degradasi biogeofisik sumberdaya pesisir semakin berkembang dan meluas. Laju kerusakan sumberdaya pesisir telah mencapai tingkat yang memprihatinkan, misalnya terutama pada ekosistem hutan bakau (mangrove) terumbu karang dan estuari (muara sungai). Rusaknya ekosistem mangrove, terumbu karang, dan estuari berdampak pada penurunan kualitas lingkungan untuk sumberdaya ikan serta erosi pantai. Sehingga terjadi kerusakan tempat pemijahan dan daerah asuhan ikan, berkurangnya populasi benur, nener, produktivitas tangkap udang dan rusaknya jalur hijau pesisir (Green belt).

Kerusakan biofisik lingkungan tersebut adalah gejala yang terlihat dengan kasat mata dari hasil interaksi antara manusia dengan sumberdaya pesisir yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian dan daya dukung lingkungannya. Sehingga persoalan yang sangat mendasar ini adalah mekanisme pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak efektif untuk memberi kesempatan kepada sumberdaya hayati pesisir yang dimanfaatkan pulih kembali atau pemanfaatan sumberdaya non-hayati disubstitusi dengan sumberdaya alam lain dan mengeliminir faktor-faktor yang menyebabkan kerusakannya.

Secara normatif, kekayaan sumberdaya pesisir dikuasai oleh Negara untuk dikelola sedemikian rupa guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat, memberikan manfaat bagi generasi sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang. Ironisnya, sebagian besar tingkat kesejahteraan masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir justru menempati strata ekonomi yang paling rendah bila dibandingkan dengan masyarakat darat lainnya.

Pulau-Pulau Kecil

Pulau-pulau kecil memiliki karakteristik dan tingkat kerentanan yang berbeda dibandingkan dengan pulau besar. Namun, demikian selama ini pengetahuan mengenai karakteristik pulau-pulau kecil sangat minim. Sehingga pengelolaan, pola pembangunan, dan regulasi disusun sama dengan cara pandang kita terhadap pengelolaan pulau besar (mainland). Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau kecil yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang sangat potensial untuk pembangunan ekonomi.

Keragaman hayati, sumberdaya perikanan, dan nilai estetika yang tinggi merupakan nilai lebih ekosistem pulau-pulau kecil. Di sinilah ekosistem dengan produktivitas hayati tinggi, seperti terumbu karang, padang lamun (sea grass), rumput laut (sea weeds) dan hutan bakau (mangrove) ditemukan. Selain itu, pulau-pulau kecil ini juga memberikan jasa-jasa lingkungan yang tinggi nilai ekonomisnya dan sekaligus sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan.

Pada sisi yang lain, pulau-pulau kecil memiliki tingkat kerentanan yang cukup tinggi, khususnya menyangkut ketersediaan air yang rendah dan resiko erosi (penenggelaman). Oleh karena itu, pilihan pembangunan pulau-pulau kecil merupakan gabungan dari 2 sisi ini. Kegiatan yang bersifat ekstraktif (eksploitatif), seperti pertambangan, industri yang rakus konsumsi air, dan sebagainya, merupakan pilihan yang harus dihindari. Aktifitas ekstraktif justru cenderung hanya mengeksploitasi satu jenis sumberdaya lain, dan mengabaikan/merusak sumberdaya lain yang beragam. Negara-negara yang telah maju dalam mengelola pulau-pulau kecilnya, di antaranya Fiji, mengandalkan pariwisata dan budidaya perikanan berbasis masyarakat sebagai strategi pembangunannya.

Senin, 27 Oktober 2008

Sekilas Mengenal Rumput Laut


Rumput laut... Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Dalam bahasa Inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Rumput laut alam biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati.

Selain hidup bebas di alam, beberapa jenis rumput laut juga banyak dibudidayakan oleh sebagian masyarakat pesisir Indonesia. Contoh jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan diantaranya adalah Euchema cottonii dan Gracelaria sp. Beberapa daerah dan pulau di Indonesia yang masyarakat pesisirnya banyak melakukan usaha budidaya rumput laut ini diantaranya berada di wilayah pesisir Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Lombok, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Budidaya Rumput laut di Indonesia banyak diminati dikarenakan selain tanaman ini sekarang merupakan menjadi salah satu komoditas yang mempunyai banyak permintaan dari dalam dan luar negeri, juga mempunyai umur budidaya yang relatif sangat cepat yaitu 45 hari. Sehingga mereka tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu hasilnya.

Khasiat dan kegunaan dari rumput laut sangat banyak. Didunia kesehatan dan kedokteran menurut penelitian Harvard School of Public Health di Amerika megatakan bahwa wanita premenopause di Jepang berpeluang tiga kali lebih kecil terkena kanker payudara dibandingkan wanita di Amerika. Hal ini dikarenakan pola makan wanita di Jepang yang selalu menambahkan rumput laut di dalam menu mereka. Selain itu menurut Para Ilmuwan Jepang mengungkap, ekstrak rumput laut dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Bagi pengidap stroke, mengkonsumsi rumput laut juga sangat dianjurkan karena dapat menyerap kelebihan garam pada tubuh. Juga memperlancar proses metabolisme tubuh sehingga sangat baik dikonsumsi penderita obesitas. Karbohidratnya juga sukar dicerna sehingga Anda akan merasa kenyang lebih lama tanpa takut kegemukan.

Selain dunia kesehatan dan kedokteran, rumput laut sudah banyak diolah menjadi makanan yang mempunyai nilai tambah (add value) yang banyak digemari oleh segala lapisan masyarakat yang doyan dengan kuliner dari rumput laut. Misalnya dapat diolah menjadi Manisan, Kue agar-agar, Dodol Rumput laut, Jelly atau permen, bahkan menjadi syrup yang khas rumput laut.

Didunia kosmetik rumput laut sekarang merupakan salah satu produk andalan yang mempunyai khasiat bayak terhadap kulit. Para produsen kosmetik sebagian besar banyak memakai ekstrak rumput laut sebagai bahan tambahan ke dalam produk sabun, lulur dan masker misalnya.